CARI DI GOOGLE

Kamis, 06 Desember 2012

Tradisi Tepung Tawar (Upah-upah)



Tepung tawar dilakukan untuk mengikhlaskan semua kegiatan (segalanya menjadi Tawar), tak ada lagi yang tidak suka, tidak enak, apapun namanya. Kalau di acara perkawinan maka semua yang menepung tawari secara tulus sudah mengikhlaskan segalanya untuk kedua mempelai. Tak ada lagi yang tak sesuai atau tak pantas.
Untuk menepung tawari dibutuhkan ramuan penabur yakni bahan-bahan tepung tawar diletakkan di atas pahar (dulang tinggi) dan tempat terpisah-pisah seperti beras putih, beras kuning, bertih (padi digoreng), bunga rampai, dan tepung beras.
Semua sajian ini mempunyai makna yakni beras putih berarti lambang kesuburan,beras kuning berarti suatu kemajuan yang baik,bunga rampai bermakna keharuman nama dan tepung beras memiliki arti kebersihan hati.


Ramuan perincis untuk tepung tawar terdiri dari semangkuk air, segenggam beras putih dicampur jeruk purut (limau mungkur) diiris-iris. Juga satu ikat bahan tepung tawar terdiri dari 7 macam bahan yakni: daun kalinjuhang (lambang tenaga magis kekuatan ghaib), daun pepulut atau pulutan (lambang kekekalan sesuai sifatnya yang lengket),daun ganada rusa (lambang perisai gangguan alam), daun jejeruan (lambang kelanjutan hidup sebab sukar dicabut), daun sepenuh(lambang rezeki), daun sedingin (lambang menyejukkan, ketenangan, kesehatan), rumput sambau dan akarnya (lambang pertahanan karena akarnya sukar dicabut).
Dalam acara tepung tawar juga disediakan pedupaan (dupa) tempat kemenyan atau setanggi dibakar yang tujuannya untuk wewangian saja. Orang yang hendak ditepungtawar biasanya didudukkan pada tempat khusus semacam peteraana. Di atas kedua pahanya diletakkan kain panjang untuk menjaga kemungkinan tidak kotor atau basah oleh air tepung tawar. Lalu, si penepung tawar mengambil sedikit-sedikit bahan-bahan tepung tawar. Setelah itu diambil ikatan daun tepung tawar dan dicelupkan ke air tepung tawar dan disapukan di telapak tangan.
Setelah itu, orang yang ditepungtawari (jika lebih muda) mengangkat kedua tangannya (menyembah) kepada yang menepung tawari. Tetapi jika yang ditepungtawari orang lebih tua atau berpangakat, makan yang menepungtawari yang mengangkat tangan sebagai tanda penghormatan atau terimakasih.
Jumlah orang yang menepung tawar biasanya 7 orang dan jika tidak ada yang berpangkat didahulukan orang yang tertua untuk melakukan pertamakali. Orang lebih muda dilarang menepung tawari bertutur, demikian juga wanita yang sedang hamil.
Balai dinamakan juga pulut balai bagi masyarakat Melayu sangat penting. Keberadaannya dalam setiap upacara adat tidak bisa ditinggalkan dan menjadi kehormatan dan kebanggaan bagi yang menerima atau memberi balai. Balai dibuat dari kayu berkaki empat dan tingkatnya ada yang 3 atau 7 dan setiap tingkat berisi pulut kuning sebagai lambang kesuburan dan kemuliaan. Pada tingkat paling atas dari balai biasanya diletakkan panggang ayam sebagai lambang pengorbanan atau pun inti (kelapa parut dimasak dengan gula aren).
Setiap tingkat dari balai tersebut diletakkan telur dibungkus kertas minyak yang sudah dihias dan bertangkai lidi, kemudian dipacakkan ke pulut balai. Setelah itu balai diletakkan di tengah-tengah majelis sehingga memperindah pemandangan. Biasanya jika acara seremonial seperti perkawinan, bunga telur dibagi-bagi kepada undang yang hadir, bisanya peserta marhaban jika acara itu memanggil kelompok marhanam.
Tepung tawar biasanya dikombinasikan dengan kegiatan upah-upah. Meski begitu pada dasarnya kedua ritual adat ini berbeda sama sekali. Upah-Upah, dilakukan untuk suatu kebanggaan, menjemput semangat, memberi motivasi. Upah-Upah biasanya dilakukan dengan menggunakan Pulut Bale, merupakan suatu tempat yang terbuat dari kayu memiliki kaki 4 buah dan tempat yang bertingkat-tingkat. di dalamnya ada pulut yang diberi kunyit sehingga berwarna kuning, di atasnya ada ikan bakar/ayam bakar, pada pulut ditancapkan Merawal (bendera kertas) dan digantung telur ayam. Dipuncaknya ditancapkan Kepala Balai.
Namun secara sederhana dapat juga dilakukan dengan menggunakan cerana/talam letakkan pulut yang direndam kunyit di atasnya di taruh telur ayam. Bale tadi diangkat dan diputarkan di atas kepala orang yang diupah-upah. Menyampaikan kata-kata upah-upah dan diakhiri dengan menyarungkan kain sarung.
Sampai kini kedua tradisi ini masih dijalankan masyarakat Kotapinang. Setiap ada hajatan baik pesta perkawinan, khitanan atau pengayunan dan penabalan nama anak, kedua ritual tersebut tak pernah luput dilakukan. Namun kegiatan ini dilarang bagi sebagian orang yang cukup taat beragam Muslim. Sebab penggunaan ritual ini diyakini telah mensyarikatkan Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar dan Tanggapan anda disini !